BERITA NAGARI
SIMPANG TONANG
SIMPANG TONANG
Antara kota Cubadak dan kota Panti terdapat wilayah-kawasan yang disebut Kuburan Dua. Namun kawasan ini kerap dihubungkan dengan suatu kisah yang entah siapa yang mengawali ceritanya dan entah kapan bermula. Kisah Kuburan Dua ini tampaknya diwariskan secara turun temurun hingga ini hari. Pertanyaannya apakah asal-usul nama Kuburan Dua sesuai dengan ceritanya?
Memang jarang nama tempat menggunakan kuburan, tetapi ada juga kampung atau gang disebut kuburan. Di Jakarta dan sekitar ditemukan gang yang disebut gang Kober (kober bahasa Belanda adalah kuburan). Ada nama desa Makam di Jawa (apakah makam maksudnya kuburan, entahlah). Di Jakarta juga banyak ditemukan kampong Kramat (biasayanya ada kuburan kramat). Di Jawa ada kampung di tengah pekuburan. Di Medan ada nama Kampung Kubur. Jadi, kuburan dijadikan nama tempat sah-sah saja.
Kawasan yang disebut Kuburan Dua diantara Cubadak dan Panti tempo doeloe adalah nama kampong. Kampong tersebut memang benar dicatat sebagai Koeboeran Doea (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 13-05-1865). Disebutkan Pemerintah akan membangun jalan dari Panti hingga Air Bangis melalui kampong-kampong Koeboeran Doea, Simpang Geta, Tjoebadak, Tanah Koening, Taloe, Oeloe, Batang Paroman, Loeboek Sorik, Kajoe Aarang, Tambang Randa, Moeara Keawe, Alin, Kasih Poetih, Soengei Aur, Oedjoeng Tandjoeng, Oedjoeng Gading, Parit, Batang Lapoek, Air Balam dan Silawe. Kampong Koeboeran Doea jelas nama suatu kampong tempo doeloe. Besar dugaan awal kampong ini disebut Koeboeran Doea karena terdapat dua kuburan.
Tidak jelas siapa yang dikubur di tempat itu. Jika mengacu pada berita tahun 1865, nama kampong tersebut disebut kampong Koeboeran Doea sudah lama. Pada era Perang Padri (1835-1837) belum ada jalan antara Loender (kelak disebut Panti) Panti dan Tjoebadak. Jalan perlintasan penduduk adalah dari Air Bangis melalui Taloe, terus ke Tjoebadak dan Simpang Tonang terus ke Rao. Jalan setapak (yang hanya bisa dilalui kuda beban) ini juga digunakan militer Belanda sebagai rute militer dalam Perang Padri. Benteng militer Belanda berada di Rao dan pos militer (benteng kecil) juga dibangun di Loender. Oleh karena adanya pos militer di Loender maka diduga ada perlintasan militer antara Loender dan Tjoebadak (Air Bangis adalah pusat pemerintahan pada saat itu). Besar dugaan dua kuburan ini adalah kuburan orang yang terluka dalam perang dan kemudian meninggal di sekitar apakah korbanya Eropa atau pasukan Padri. Dalam perkembangan selanjutnya ketika penduduk membangun pertanian
(berladang) di dekat dua kuburan tersebut lalu disebut penanda navigasi Kuburan Dua yang kemudian menjadi nama kampong. Pada Peta 1850 sudah terbentuk jalan setapak dari Cubadak ke Loender (jalan dari Cubadak ke Rao via Simpang Tonang telah bergeser via Loender (kelak disebut Panti).
Lalu kemudian muncul kisah Kuburan Dua. Namun sayangnya kapan cerita itu bermula dan oleh siapa tidak diketahui. Pada buku atau lembar apa cerita ini ditulis juga tidak diketahui. Namun menurut cerita, hanya diceritakan dari waktu ke waktu. Namun kapan waktu ceritanya bermula juga tidak diketahui apakah sudah lama atau baru muncul belakangan. Jadi, cerita tetaplah cerita. Kisah Kuburan Dua tidak dapat dijadikan sejarah. Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Dari perspektif sejarah nama Kuburan Dua awalnya adalah nama kampong, Nama kampong Kuburan Dua paling tidak telah diberitakan pada tahun 1865. Pada Peta 1905 nama kampong Kueburan Dua tidak ada lagi, hanya diidentifikasi sebagai penanda nama bukit: Bokeit Koeboeran Doea (demikian juga pada Peta 1941). Bahwa ada kisah yang muncul dengan nama Kuburan Dua adalah hal lain.
Boleh jadi kisah Kuburan Dua hanya sebagai rekaan, Suatu cerita untuk tujuan tertentu apakah untuk sekadar bercanda atau memberi nasehat hanya masalah bahasa menjadi pertumpahan darah. Kearifan lokal tidak selalu dalam wujud fisik tetapi juga dalam suatu bentuk fiksi untuk penduduk. Cerita fiktif yang kemudian merakyat. Celakanya ada yang menganggap itu fakta, namun nyatanya sulit dibuktikan.
Sumber : poestahadepok.blogspot.com